Dar al-Ifta al-Mishriyah: Hukum bershalawat di celah-celah shalat Tarawih.
Salah satu hal yang tak henti-hentinya di bid’ahkan dan dicap sesat oleh kaum Wahabi terutama di bulan Ramadhan adalah pembacaan zikir dan shalat di celah shalat tarawih setelah setiap kali salam.
Dar Ifta` Mishriyah, yang merupakan lembaga fatwa yang didirikan oleh Syeikh Ali Jum’ah menjawab tuduhan bid’ah tersebut. Berikut nash tulisan Dar Ifta` al-Mishriyah yang kami kutip dari website resminya beserta terjemahannya yang kami tambahkan;
أجازت دار الإفتاء المصرية أن يقوم المصلون بالذكر بين الركعات في صلاة التراويح في رمضان، مشيرة إلى أنه من المقرر شرعًا أن أمر الذكر والدعاء على السعة. وأضافت الدار في فتوى لها أن التسبيح بخصوصه مستحب عقب الفراغ من الصلاة وعقب قيام الليل؛ فقد أمر الله تعالى به في قوله: ﴿فَإِذَا قَضَيْتُمْ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَوْقُوتاً﴾ (النساء 103 )
وأوضحت الفتوى أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم كان يذكر الله عقب الوتر ويرفـع به صوته الشريف؛ فقد روى النسائي في سننه بإسناد صحيح: أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم كان يقرأ في الوتر بسبح اسم ربك الأعلى وقل يا أيها الكافرون وقل هو الله أحد، فإذا سلّم قال: (سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ) ثلاثَ مرات، زاد عبد الرحمن في حديثه: يرفع بها صوته.
وأشارت الفتوى إلى أنه من جهر بالتسبيح والدعاء فقد أصاب السُّنَّة، ومن أسَرَّ أيضًا فقد أصاب السُّنَّة؛ فالكل فعله رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، ولا ينبغي أن نحجِّر واسعًا، بل الصواب ترك الناس على سجاياهم؛ فأيما جماعة في مسجد رأت أن تجهر فلها ذلك، وأيما جماعة أخرى تعودت على الإسرار فلها ذلك، والعبرة في ذلك حيث يجد المسلم قلبه، وليس لأحد أن ينكر على أخيه في ذلك ما دام الأمر واسعًا. وأوضحت الفتوى أن الأمر المطلق يستلزم عموم الأشخاص والأحوال والأزمنة والأمكنة؛ فإذا شرع الله تعالى أمرًا على جهة الإطلاق وكان يحتمل في فعله وكيفية أدائه أكثر من وجه، فإنه يؤخذ على إطلاقه وسعته، ولا يصح تقييده بوجه دون وجه إلا بدليل، وإلا كان ذلك بابًا من الابتداع في الدين بتضييق ما وسَّعَه الله ورسوله صلى الله عليه وآله وسلم.
وشددت الفتوى على أنه يجب على المسلمين ألا يجعلوا ذلك مثار فرقة وخلاف بينهم؛ فإنه لا إنكار في مسائل الخلاف، والصواب في ذلك أيضًا ترك الناس على سجاياهم فمن شاء جهر ومن شاء أسر؛ لأن أمر الذكر على السعة، والعبرة فيه حيث يجد المسلم قلبه.
المركز الإعلامي بدار الإفتاء المصرية 13/7/2014م
Artinya; Dar Ifta` Mesir membolehkan jamaah shalat berzikir di antara rakaat shalat taraweh dalam bulan Ramadhan.
Dar Ifta` menerangkan bahwa sebagiah hal yang berlaku dalam syara’ adalah bahwa perkara berzikir dan berdoa merupakan perkara yang luas.
Dar Ifta` menambahkan dalam fatwanya bahwa tasbih secara khusus disunatkan setelah shalat dan setelah qiyamul lail.
Allah telah memerintahkannya dalam firmannya [yang artinya];
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (Q.S. an-Nisa` 103)
Dijelaskan dalam fatwa tersebut bahwa Nabi SAW berzikir kepada Allah setelah shalat witir dan meninggikan suara beliau yang mulia.
Diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam sunan beliau dengan sanad yang shahih; bahwa Nabi SAW membaca dalam witir سبح اسم ربك الأعلى dan قل يا أيها الكافرون serta قل هو الله أحد .
Bila beliau salam beliau membaca سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ sebanyak tiga kali.
Abdurrahman dalam hadisnya menambahkan "Nabi meninggikan suaranya". Fatwa juga memberikan isyarat bahwa orang yang menjiharkan tasbih dan doa sungguh ia telah melakukan hal yang sesuai dengan sunnah Nabi, dan orang yang men-sirnya juga sesuai dengan sunnah.
Karena semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Tidak sepatutnya kita melarang satu kelonggaran [yang mendapat legalitas syara'] tetapi yang benar adalah meninggalkannya bagi manusia [kaum muslim] sesuai dengan tab'iat mereka sendiri.
Dimana saja jamaah mesjid yang ingin menjiharnya, maka boleh saja mereka melakukannya. Dan mana saja jamaah lain yang telah terbiasa dengan sir maka boleh saja mereka melakukannya.
Yang menjadi pegangan dalam hal ini adalah menurut yang ditemukan seorang muslim akan hatinya. Tidak boleh bagi seorangpun mengingkari saudaranya dalam hal demikian selama perkara tersebut merupakan perkara yang longgar. Fatwa juga menerangkan bahwa perintah yang mutlaq melazimi kepada umum setiap manusia, keadaan, waktu dan tempat.
Apabila Allah mensyariatkan satu perintah secara mutlaq dan dalam hal mengerjakannya dan tatacara menunaikannya ada kemungkinan lebih dari satu cara, maka perintah tersebut dipahami atas ithlaq dan kelonggarannya. Tidak sah mengaitkannya dengan satu cara saja, tidak boleh dengan cara yang lain kecuali dengan adanya dalil. Jika tidak maka hal demikian [mengaitkan perintah yang umum tanpa dalil] merupakan satu perbuatan bid'ah dalam agama dengan menyempitkan apa yang Allah dan RasulNya telah memberi keluasan.
Fatwa menguatkan bahwa wajib atas kaum muslimin untuk tidak menjadikan hal ini sebagai sumber perpecahan dan perbedaan di antara mereka, karena tidak boleh mengingkari masalah khilafiyah. Yang benar dalam hal ini adalah membiarkan kaum muslim atas tabi'at mereka. Siapa yang ingin jihar, silahkan jihar! dan siapa yang ingin sir, silahkan sir!, karena perkara zikir merupakan hal yang mendapat kelonggaran dan yang menjadi 'tibar (pegangan) dalam hal ini adalah menurut bagaimana yang ditemukan hatinya.
Dar Ifta` Mesir.
Berikut ini, nash jawaban Dar Ifta` al-Mishriyah menjawab pertanyaan hukum membaca shalawat setelah tiap kali salam dalam shalat tarawih;
كما أن الصلاة والسلام على النبي صلى الله عليه وآله وسلم من أفضل الأعمال قبولا عند الله تعالى، كما أنها تفتح للأعمال أبواب القبول فهي مقبولة أبدًا، وكما أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم هو شفيع الخلق فالصلاة عليه شفيع الأعمال، وقد أمر الله تعالى بها أمرًا مطلقًا في قوله سبحانه وتعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: 56]، والأمر المطلق يقتضي عموم الأمكنة والأزمنة والأشخاص والأحوال، فمن ادعى -بلا دليل- أنها مُحَرَّمةٌ في وقت من الأوقات فقد ضيَّق ما وسَّعه الله تعالى؛ لأنه قيَّد المطلَق وخصَّص العامَّ بلا دليل، وهذا في نفسه نوع من أنواع البدعة المذمومة.
Artinya; Sebagaimana bahwa shalawat dan salam atas Nabi SAW dan keluarganya merupakan yang paling utama amalan yang diterima oleh Allah sebagaimana ia juga merupakan pembuka pintu diterimanya segala amalan, maka ia juga merupakan amalan yang maqbul. Dan sebagaimana bahwa Nabi SAW yang memberikan syafaat bagi makhluk maka shalawat atasnya merupakan syafaat bagi amalan. Allah telah memerintahkan untuk bershalawat dengan perintah yang umum dalam firman-Nya
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: 56
[Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya].
Amar yang mutlaq menunjuki kepada umum tempat, waktu, orang dan keadaan. Maka siapa yang mendakwakan dengan tanpa dalil bahwa shalawat di haramkan dalam waktu tertentu [misalnya ketika tarawih] maka ia sungguh telah menyempitkan apa yang Allah telah beri keluasan karena ia telah mengaitkan nash yang muthlaq dan mengtakhsish nash yang umum tanpa adanya dalil. Perbuatan inilah yang sebenarnya merupakan salah satu bagian dari bid'ah yang tercela.
Fatwa No. 2858.
Dapatlah diketahui bahwa Dar Ifta` Mesir tidak menerima pendapat Syeikh Ali Mahfudh dalam kitabnya Al Ibda` fi Madhaar Al Ibtida` hal 264 yang menyatakan bahwa membaca shalat dalam celah shalat taraweh termasuk bid'ah tercela, sebagaimana di bawa oleh beberapa orang-orang yang selalu mencela pembacaan shalawat tersebut.
Dari jawaban Dar Ifta tersebut dapatkan kita simpulkan beberapa poin di bawah ini:
Tuntutan membaca shalawat tidak terikat dengan waktu dan tempat
Boleh membaca shalawat dan tasbih setelah tiap kali salam dalam shalat tarawih
Membaca shalawat dan tasbih tersebut boleh saja dilakukan dengan cara sir maupun jihar
Orang yang melarang melakukan tersebut berarti telah menyempitkan hal yang Allah dan RasulNya telah memberikan kelonggaran.
Melarang bershalawat setelah shalat dalam shalat tarawih merupakan perbuatan bid’ah yang tercela.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan