CARIAN ILMU DI JOMFAHAM :

Isnin, 13 Julai 2015

AMALAN ZIARAH KUBUR MENURUT ULAMAK AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH




KUBURIYYUN (penyembah kubur) - Gelaran berbentuk pengkafiran dan pensyirikan oleh Wahhabi terhadap Salafussoleh dan majoriti ulamak serta umat Islam.

Wahhabi menuduh umat Islam yang berziarah kubur, berdoa dengan cara bertawassul, membaca al Quran, mengusap kubur dengan gelaran kuburiyyun. Bahkan ada yang menyatakan ziarah kubur pada hari raya sama seperti Nasrani dan Yahudi. Na'uzubillahi min zalik !

Benarkah dakwaan Wahhabi ini ?

ZIARAH KUBUR - sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam

1. Para ulama sepakat mengatakan bahawa sunat bagi lelaki menziarahi kubur orang-orang Islam berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Maksudnya:

“Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahlah.”

(Hadits riwayat Muslim)

ZIARAH KUBUR DI WAKTU HARI RAYA

Mufti al-Azhar, Kairo, memperbolehkan ziarah seperti ini:



وَمِنْ هُنَا نَعْلَمُ أَنَّ زِيَارَةَ النَّاسِ لِلْمَقَابِرِ عَقِبَ صَلَاةِ الْعِيْدِ إِنْ كَانَتْ لِلْمَوْعِظَةِ وَتَذَكُّرِ مَنْ مَاتُوْا وَكَانُوْا مَعَهُمْ فِى الْأَعْيَادِ يُنَعَّمُوْنَ بِحَيَاتِهِمْ ، وَطَلَبِ الرَّحْمَةِ لَهُمْ بِالدُّعَاءِ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ أَبَدًا … (فتاوى الأزهر – ج 8 / ص 391)
“Dari sini kita mengetahui bahwa umat Islam melakukan ziarah kubur setelah hari raya, jika untuk menjadi pelajaran dan mengingat orang yang telah mati, yang dahulu mereka bersamanya saat hari raya dan merasa senang dengan kehidupannya, serta memintakan rahmat dan doa untuk mereka, maka hukumnya boleh, selamanya…” 

(Fatawa al-Azhar, 8/391)

Sebagian ulama Salaf dari Tabiin pun juga telah melakukan ziarah setelah hari raya:



عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ صَلَّيْتُ الْفَجْرَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فِي يَوْمِ الْفِطْرِ فَإِذَا أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ مَعْقِلٍ فَلَمَّا قَضَيْنَا الصَّلَاةَ خَرَجَا وَخَرَجْتُ مَعَهُمَا إِلَى الْجَبَانَةِ. (4) مصنف ابن أبي شيبة – (ج 2 / ص 70)
“Dari Atha’ bin Saib ia berkata: “Saya salat Subuh di masjid ini di hari raya fitri, ternyata bertemu Abu Abdirrahman dan Abdullah bin Ma’qil. Setelah kami melakukan salat, keduanya keluar, saya juga keluar bersamanya, menuju ke kuburan” 

(Mushannaf Ibni Abi Syaibah, 1/70)


ZIARAH KUBUR PADA WAKTU/HARI TERTENTU

1.

عن محمد بن إبراهيم قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم يأتي قبور الشهداء على رأس كل حول فيقول:”السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار”، وأبو بكر وعمر وعثمان
“Muhammad bin Ibrahim berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi makam para syuhada’ setiap tahun, lalu berkata: “Salam sejahtera semoga buat kalian sebab kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” Hal ini juga dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman.

(HR. al-Thabari dalam Tafsir-nya [20345], dan Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya juz 4 hlm 453).

Hadits di atas juga disebutkan oleh al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur hlm 185, dan ditentukan bahwa makam Syuhada yang diziarahi setiap oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Syuhada peperangan Uhud. Hadits ini dapat dijadikan dalil, tentang tradisi haul kematian setiap tahun.

2. Atsar Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha


عن محمد بن علي قال كانت فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه و سلم تزور قبر حمزة كل جمعة
“Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin berkata: “Fathimah putrid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berziarah ke makam Hamzah setiap hari Jum’at.”

(HR. Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf [6713]).

3.


 عن الحسين بن علي : أن فاطمة بنت النبي صلى الله عليه و سلم كانت تزور قبر عمها حمزة كل جمعة فتصلي و تبكي عنده هذا الحديث رواته عن آخرهم ثقات

“Al-Husain bin Ali berkata: “Fathimah putri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berziarah ke makam pamannya, Hamzah setiap hari Jum’at, lalu menunaikan shalat dan menangis di sampingnya.”

(HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak [4319], al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra [7000]).

4. Atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ حَدِّثْ النَّاسَ كُلَّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ أَبَيْتَ فَمَرَّتَيْنِ فَإِنْ أَكْثَرْتَ فَثَلَاثَ مِرَارٍ وَلا تُمِلَّ النَّاسَ هَذَا الْقُرْآنَ. رواه البخاري.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Sampaikanlah hadits kepada manusia setiap hari Jum’at. Jika kamu tidak mau, maka lakukan dua kali dalam sepekan. Jika masih kurang banyak, maka tiga kali dalam sepekan. Jangan kamu buat orang-orang itu bosan kepada al-Qur’an ini.

(HR. al-Bukhari [6337]).

MEMBACA AL QURAN DI KUBUR - merupakan amalan yang diajar oleh salafussoleh

1. Ibn Hibban dalam kitab sahihnya meriwayatkan hadith Jundab bin AbdiLLah, RasuluLlah sallaLLahu 'alaihi wasallam bersabda yang bererti :



"Surah al Baqarah adalah tulang belakang al Quran, ia diturunkan oleh lapan puluh malaikat dengan membawa satu persatu ayat. Sedangkan ayat kursi diturunkan dari bawah Arsy'. kemudian ia dikumpulkan dengan ayat-ayat surah al Baqarah. Surah Yasin pula adalah hati al Quran, tidak ada orang yang membacanya dengan mengharap redha ALlah dan pahala akhirat melainkan dia akan mendapat ampunan dari-Nya. Bacalah surah Yasin untuk saudara-saudara kamu yang telah meninggal dunia."

(Ditakhrij oleh Ibn Hibban di dalam Kitab Sahihnya pada bab Fadhilat Surah al Baqarah. Demikian juga al Haithami meriwayatkannya di dalam kitab Mawarid al Dzam'an, (jilid V, h 397). Imam Ahmad juga meriwayatkannya di dalam al Musnad dari Ma'qal bin Yasar (jilid v h 26). Al Haithami mengulas hadith tersebut di dalam kitab Majma' al Zawaid, "Hadith tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, di dalamnya ada salah seorang perawi yang tidak disebut namanya, bagaimanapun perawi perawi lainnya adalah sahih (jilid VI h 311)

2. Imam Syafi’i :


قال الشافعى : وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميت

“asy-Syafi’i berkata : aku menyukai seandainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit”

(Lihat : Ma’rifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi)

Juga disebutkan oleh al-Imam al-Mawardi, al-Imam an-Nawawi, al-Imam Ibnu ‘Allan dan yang lainnya dalam kitab masing-masing yang sebagai berikut :



قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمه اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَ أَ عِ ندَه شيء مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْده كانَ حَسناً
“Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya, dan apabila mereka mengkhatamkan al-Qur’an disisi quburnya maka itu bagus”

(Lihat : Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu ‘Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi’i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya)

3. Imam Nawawi berkata :


"Adalah sunnah hukumnya bagi para penziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada mereka (penghuni kubur), mendoakan kepada orang yang diziarahi dan juga kepada ahli kubur semuanya. Lebih utama lagi, jika penziarah itu membaca doa-doa yang telah diterangkan dalam al hadith. Dan hukumnya sunnah pula membaca ayat-ayat al Quran dan setelah itu mendoakan para penghuni kubur. Ini semua adalah nas (pendapat) dari Imam al Syafie dan disepakati oleh murid-muridnya (para pengikutnya)

Imam al Nawawi, al majmu' syarh al muhazzab jilid V h 286.

4. Majoriti para ulamak antaranya Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam salah satu pendapatnya, Muhammad Ibnu Hassan, Imam Abu Hanifah dalam satu pendapatnya, para ulamak mutaakhirin Malikiyah dan As SYafi'eyyah berpendapat bahawa membaca al Quran di kuburan setelah mayat dikubur boleh (ad Duur al Muhtar wa raddu al Muhtar I/884. Fath al Qadir I/473. Syarh al Risalah I/289, Mughniy al Muhtaj III/69-70, Al Mughniy II/566-570, Kasyaf al Qona' II/191, al Muhadzab I/464, al Syarh al Saghir I/568)

MENGUSAP KUBUR - pernah dibuat oleh salafussoleh

1. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya tentang seorang lelaki yang mengusap kubur Nabi s.a.w. dan mimbar, lalu Imam Ahmad menjawab:


“Tidak mengapa begitu”.

[Iqthida’ As-Sirat Al-Mustaqim m/s 401]

Sahabat Abu Ayyub al Ansori telah diriwayatkan mencium makam Nabi :


“Dawud ibn Salih berkata: pada suatu hari Marwan melihat seorang laki-laki menaruh wajahnya di atas makam Nabi sall llahu ‘alayhi wasallam. Marwan menegurnya, “Kau tahu apa yang kau lakukan?” Ketika Marwan sampai di dekatnya, orang tersebut menoleh dan memperlihatkan wajahnya ternyata orang tersebut adalah Abu Ayyub al-Ansari [salah seorang sahabat besar dari golongan Ansar). Sayyidina Abu Ayyub Al-Ansari radiyAllahu ‘anhu. berkata: “Ya, Aku datang kepada Nabi, bukan mendatangi batu. Aku mendengar Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Jangan tangisi agama apabila diurus oleh ahlinya. Akan tetapi tangisilah apabila diurus oleh bukan ahlinya"

(Hadits riwayat Ibn Hibban dalam Shahihnya, Ahmad (5:422), Tabrani dalam Mu’jamul Kabir (4:189), Awsat, Ibnu Hajar Haythami dalam al-Zawa’id (5:245), al-Hakim dalam kitab Mustadrak (4:515), Tabrani dan al-Hakim, al-Subki dalam Syifa’ al-siqam (p. 126), hadits ini dishahihkan oleh IBNU HAJAR AL ASQALANI dan ADZ DZAHABI)

BERDOA DENGAN CARA BERTAWASSUL KEPADA RASULULLAH, SALAFUSSOLEH, ULAMAK , ORANG SOLEH YANG TELAH MENINGGAL DUNIA - juga dilakukan oleh salafussoleh.

Al Allamah al Muhaddith al Arif billah, Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki telah membahas perkara tawassul ini dengan panjang lebar di dalam kitab beliau bertajuk Mafahim Yajibu an Tushahhah (lihat Muhiqq At Taqawwul fi Mas'alah at Tawassul dalam Rasa'il Hammah wa Mabahith Qayyimah, ms 397)

Kemudian beliau menyenaraikan nama-nama para A'immah dan Huffaz yang membolehkan tawassul antaranya :

1. Al Imam Al Hafiz, Abu AbduLlah al Hakim dalam Al Mustadrak. (Di dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan Nabi Adan bertawassul dengan Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam dan mensahihkannya)

2. Al Imam Al Hafiz, Abu Bakar al Baihaqi dalam Dala'il an Nubuwwah (Beliau juga menyebut tentang hadith Nabi Adam bertawassul dengan Rasulullah sallaLlahu 'alaihi wasallam dan hadith-hadith yang berkaitan dengan tawassul.)

3. Al Imam al Hafiz, Jalal ad Din as Sayuthi dalam Al Khasha'ish al Kubra (Beliau juga menyebut hadith Nabi Adam bertawassul).

4. Al Imam al Hafiz, Abu Al Farj Ibn Al Jauzi dalam Al Wafa (Beliau juga menyebut hadith Nabi Adam bertawassul dan hadith-hadith berkaitan.

5. Al Imam Al Hafiz Al Qadhi Iyadh dalam Asy Syifa' fi at Ta'rif bi Huquq al Mushtofa.

6. Al Imam, Syaikh Nur ad Din al Qari al Ma'ruf bin Mulla Ali Qari dalam Syarhnya kepada kitab Asy Syifa'.

7. Al Allamah Ahmad Syihab ad Din al Khaffaji dalam Nasim ar Riyadh (Kitab syarah kepada Asy Syifa')

8. Al Imam Al Hafiz, Al Qisthillani dalam Al Mawahib al Ladunniyyah (Beliau menyebutnya di awal kitab)

9. Al Allamah Syaikh Muhammad Abd al Baqi az Zarqani dalam Syarh (1/44) nya ke atas Al Mawahib.

10. Al Imam Syaikh al Islam, Abu Zakaria Yahnya An Nawawi dalam Al Idhah (Bab keenam, m.s 498. Lihat juga Al Majmu', 8/272)

11. Al Allamah Ibn Hajar al Haitami dalam Hasyiah (m/s 499) nya atas Al Idhah dan beliau menulis risalah khas tentang tawassul berjudul Al Jauhar al Munazzham.

12. Al Hafiz Syihab ad Din Muhammad bin Muhammad bin Al Jazari ad Dimasyqi Iddah al Husn al Hashin (disebutkan dalam tajuk Kelebihan Doa)

13. Al Allamah al Imam Muhammad bin Ali asy Syaukani dalam Tuhfah az Zakirin (m/s 761)

14. Al Allamah al Imam al Muhaddith Ali bin abd al Kafi as Subki dalam Syifa' as Siqam fi Ziyarah Khair al Anam (lihat Bab Kelapan, m/s 161)

15. Al Hafiz Imad ad Din Ibn Kathir dalam Tafsir al Qur'an al Azhim dalam Tafsir al Quran al Azhim.

16. Al Imam Al Hafiz Ibnu Hajar al Asqolani dalam Fath al Bari (Beliau menyebutkan kisah seorang lelaki yang datang ke kubur RasuluLlah sallaLlahu 'alaihi wasallam dan bertawassul dengan baginda dan mengatakan sanadnya sahih dalam Fath al bari (Lihat 2/495)

17. Al imam Al Mufassir Abu Abdullah al Qurthubi dalam Al Jami' li Ahkam al Quran (lihat 5/265)

18. Asy Syaikh Yusuf Khator Muhammad di dalam kitabnya Al Mausu'ah al Yusufiyyah fi Bayan Adillah ash Shufiyyah, menambah lagi nama-nama para ulama' selain daripada nama-nama di atas yang membolehkan tawassul atau yang menukilkan dalil-dalil daripada para A'immah di dalam kitab-kitab mereka termasuklah. (m/s 122-123)

19. Imam Syafie

20. Imam Ahmad bin Hanbal

21. Imam Malik. Seperti yang disebutkan oleh Al Allamah Ibn Hajar dalam Al Jauhar al Munazhzham dan Al Asqolani dalam Al Mawahib al Laduniyyah, dan As Samhudi dalam Khulashah al Wafa' dan al Qadhi Iyadh dalam asy Syifa' dengan sanad yang sahih dan selain dari mereka pun menyebutkan perkara yang sama.

22. Al Allamah Asy Syihab ar Ramli Asy Syafie.

23. Al Allamah Syaikh Ibn Muflih al Hanbali.

24. Al Allamah Syaikh Ala' ad Din Ali al Mardawi al Hanbali (lihat kitab al Inshaf 2/456)

25. Al Allamah Syaikh Ahmad al Mardawi.

26. Syaikh Yusuf an Nabhani.

27. Al Allamah Syaikh as Samiri (pengarang at Talkhish) (Lihat Kasyf al Qina', 2/29)

28. Syaikh Muhammad al Hamid (lihat Rudud ala Abathil, m/s 25-26)

Ulamak terkini yang membolehkan :

29. Mufti Brunei (rujuk : http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/2001/ic80_2001.htm )

30. Prof Dr Ali Jum'ah (lihatAl Qawin li Tashbih Ba’dhi al Mafahim)

31Sheikh Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buti Hafizahulla (lihat Al- Salafiyyah: Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Mazhaba Islami (1996), ms.155, 156).)

32. Sheikh Dr Abdul Malik Abd Rahman al-Sa’di (al-Bid’ah fi al-Mafhum al-Islami al-Daqiq)

33. Prof Dr Wahbah Az Zuhaili (lihat "فتاوى معاصرة" di muka surat 355)

Dan ramai lagi..

MELETAKKAN BUNGA DAN MENYIRAM AIR DI KUBUR

Firman Allah :

Bertasbih kepada Allah apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi 

(Surah at Taghabun 64:1)

1. Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam menyarankan agar di atas kuburan diletakkan pelepah kurma sebagaimana dalam sebuah hadits

"Ingatlah, sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa tetapi bukan kerana melakukan dosa besar. Seorang dari padanya disiksa kerana dahulu dia suka membuat fitnah dan seorang lagi disiksa kerana tidak menghindari diri daripada percikan air kencing. Kemudian baginda mengambil pelepah kurma yang masih basah lalu dibelahnya menjadi dua. Setelah itu baginda menanam salah satunya pada kubur yang pertama dan yang satu lagi pada kubur yang kedua sambil bersabda: Semoga pelepah ini dapat meringankan seksanya selagi ia belum kering." 

(Riwayat Bukhari, no: 1378 dan Muslim, no: 292)

2. Para Ulama menngqiyaskan/menyamakan pelepah kurma dalam hadits di atas dengan segala macam tumbuh-tumbuhan yang masih basah sebagaimana yang di jelaskan oleh Syaikh Al-Khathib Asy-Syarbini dalam kitab Mughni Al-Muhtaj



ويسن أيضا وضع الجريد الأخضر على القبر وكذا الريحان ونحوه من الشيء الرطب ولا يجوز للغير أخذه من على القبر قبل يبسه لأن صاحبه لم يعرض عنه إلا عند يبسه لزوال نفعه الذي كان فيه وقت رطوبته وهو الاستغفار ( و ) أن يوضع ( عند رأسه حجر أو خشبة ) أو نحو ذلك لأنه صلى الله عليه وسلم وضع عند رأس عثمان بن مظعون صخرة وقال أتعلم بها قبر أخي لأدفن إليه من مات من أهلي رواه أبو داود وعن الماوردي استحباب ذلك عند رجليه أيضا

“Disunnahkan menaruh pelepah kurma hijau (basah) di atas kuburan, begitu juga tumbuh-tumbuhan yang berbau harum dan semacamnya yang masih basah dan tidak boleh bagi orang lain mengambilnya dari atas kuburan sebelum masa keringnya karena pemiliknya tidak akan berpaling darinya kecuali setelah kering sebab telah hilangnya fungsi penaruhan benda-benda tersebut dimana selagi benda tersebut masih basah maka akan terus memohonkan ampunan padanya

3. Dalam kitab Fatawa al Hadithiah m/s 196 disebutkan :



" Para ulama beristinbath daripada perbuatan Nabi SallaLlahu 'alaihi wasallam mencacakkan dua pelepah tamar di atas kubur, untuk bolehnya mencacak pokok dan bunga tetapi mereka tidak menerangkan caranya. Walau bagaimanapun, di dalam hadits sahih disebutkan bahawa Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam mencacak satu cacakan pada setiap kubur, maka bolehlah diambil pelajaran, ia merangkumi semua bahagian kubur. Maka tujuan yang boleh diambil daripadanya ialah di mana-mana bahagian kubur pun boleh. Abdul bin Humaid dalam Musnadnya bahawa Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam meletakkan pelepah itu di atas kubur di sisi kepala mayat di kubur tersebut "

4. Syeikh Atiyah Saqar (iaitu seorang Mufti Lajnah Fatwa al-Azhar) berkata:

“Ini adalah masalah antara golongan mengharuskan dan golongan yang menegah. Saya melihat tiada tegahan pada perkara ini selagi mana ia beriktikad (menyakini) bahawa yang memberi manfaat dan mudarat itu hanyalah Allah SWT. Apa yang kita hadiahkan kepada si mati seperti doa, sedekah dan lain-lain lagi adalah ‘min babil asbab’ semata-mata mengharapkan rahmat Allah SWT.

Justeru, perbuatan menaburkan bunga sebagai menggantikan pelepah dan ranting basah adalah harus. Bagaimanapun, jika bunga itu dibeli dengan harga mahal semata-mata untuk melakukan perbuatan itu, dibimbangi ia akan jatuh kepada haram disebabkan membazir.

5. Menyiram air di atas kuburan dan meletakkan daun-daunan yang hijau (segar) hukumnya sunnah, khususnya untuk kuburan yang baru ditimbun. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw memerciki kuburan puteranya tercinta Ibrahim dengan air dan meletakkan daun-daunan yang segar di atasnya

(Riwayat Imam Syafi'i, Nailul Authar : 4/84).

6. Di bolehkan menaburkan bunga-bunga segar yang masih basah di atas kuburan2 ,‘karena hal ini(menaburi bunga) dapat meringankan siksaan mayat akibat bacaan tasbih tanaman/bunga diatas pusara tersebut.Lihat ; I’aanah at-Thoolibiin : II/120



يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ
Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.

(I’anah al-Thalibin, juz II, hal. 119)

Wallahua'lam bissowab

Sumber :

1. Muhadir bin Haji Joll, Persoalan Khilafiyyah & Penjelasan Ulama Inilah Jawapannya.., m.s 335-338, Cetakan Pertama 2011, Mawleed Publishing Sdn Bhd, Kuala Lumpur.

2. http://akitiano.blogspot.com/2010/11/pembelaan-terhadap-wahbah-al-zuhayli.html

3. http://drasmadinet.blogspot.com/2009/09/isu-tawassul.html

4. Ustaz Abu Muhammad : bahrusshofa.blogspot.com/2006/10/tunggu-kubur.html

5. Dr Abd Malik Abd Rahman As Sa'adi, Salah Faham Terhadap Bid'ah, al Bid'ah fi al mafhum al islami ad daqiq, Darul Nu'man, 2002, Kuala Lumpur.

6. K.H Sirajuddin, 40 Masalah Agama, Cet 37 2001, Pustaka Tarbiyah Jakarta.

7. Al Bayan – Al Qawin li Tashbih Ba’dhi al Mafahim, “Penjelasan Terhadap Masalah-masalah Khilafiah”. Prof Dr Ali Jum’ah, 2008, Penerbitan Dar Hakamah, Selangor

8. Drs. K.H.M Sufyan Raji Abdullah Lc, Menyikapi Masalah-masalah Yang Dianggap Bid'ah, Cet 1 2010, Jilid 2, Pustaka Al Riyadhi, Indonesia

9. http://www.mufti.gov.bn/irsyad/pelita/2010/bil18-2010.pdf

10. http://www.aswj-rg.com/2015/07/beberapa-amalan-tradisi-menyambut-hari-raya-di-nusantara.html

11.  http://www.idrusramli.com/2014/dalil-tradisi-yasinan-dan-tahlilan/

Wallahua'lam bissowab

SEBARKAN !

Tiada ulasan: