Oleh : Ustazah Shofiyyah an Nuriyyah
Ramai umat Islam yang membaca doa dengan susunan berikut sebelum makan :
1. اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وقنا عذاب النار
Dan ramai jug yang membaca doa sebelum makan dengan susunan doa lainnya seperti majoriti pelajar pondok/pesantren , contohnya :
2. اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
Terdapat golongan tertentu yang mengatakan doa susunan yang pertama dianggap bid’ah dan haram mengucapkannya serta masuk neraka...begitu mudah lisan wahabi ini melontarkan kata-kata bid’ah, sesat, syirik, murtad, kafir, masuk neraka dan lainnya kepada kelompok orang yang tak sependapat dengan mereka.
Subhanallah, berapa ramai umat muslim yang akan masuk neraka baik anak-anak, dewasa, orang tua, para ustadz dan para ulama hanya karena mengamalkan doa makan dengan susunan doa yang pertama ?? adakah para ulama dan imam Hadits yang mengatakan membaca doa tersebut sebelum makan itu bid’ah dan haram ??
Susunan doa yang pertama ulama memang menilai hadits itu dhaif karena dalam perawinya ada yang bernama Muhammad bin Abi az-Za’iza’ah yang dinilai munkarul hadits oleh Abu Hatim.
Secara sanad memang boleh dibilang tidak marfu’ akan tetapi ada riwayat lain yang mauquf dari Urwah bin Zubair yang diriwayatkan imam Malik bin Anas dalam kitab Muwatha’nya juz 2 halaman 934.
Ada lagi dari Ali bin Abi Thalib diriwayatkan oleh Abdullah dari ayahnya imam Ahmad bin Hanbal dala Zawaid al-Musnad, Ibnu Adi mendhaifkan sanad ini karena ada perawi majhulnya dari Ali bin Abi Thalib.
Namun syaikh Ahmad Syakir menilainya Hasan ketika mentahqiqnya. Maka hadits susunan pertama jika mengikuti syaikh Ahmad Syakir menjadi HADITH HASAN LI GHOIRIHI
Sedangkan hadits dengan susunan yang kedua, maka imam at-Tirmidzi menilainya HADITH HASAN.
Hukum makan ini bukan wajib atau pun sunnah, melainkan mubah namun akan menjadi sunnah jika diniatkan untuk melaksanakan perintah Allah dan niat supaya kuat dalam ta’at dan beribadah. Tata cara makan pun tidak ada yang diatur secara wajib, nabi mencontohkan tata caranya supaya umatnya melakukan dengan cara terbaik bukan suatu tata cara yang diwajibkan yang apabila tidak melakukan hal itu akan berdosa dan masuk neraka. Dalam masalah doa pun jika berdoa dengan doa selain yang ma-tsur dari Nabi, maka tidaklah berdosa namun yang paling afdhal adalah memang mengamalkan doa yang ma-tsur.
Doa dianjurkan untuk dilakukan pada bila-bila masa pun dan di manapun saja...kecuali doa-doa yang ada dalam ibadah mahdah, maka wajib melakukan dan mengamalkan doa yang warid atau ma-tsur dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Manawi dalam kitab Faidh al-Qadir mengatakan ketika berbicara tentang mendoakan saudara ketika hendak safar :
“ Dan disunnahkan untuk mendoakan mereka baik di hadapannya ataupun tidak di hadapannya dengan doa ma-tsur atau bukan ma-tsur, dan yang ma-tsur itu lebih utama “.
Dalam Mushannaf Abi Syaibah disebutkan bahwasanya ketika Salman selesai makan ia mengucapkan :
الحمد لله الذي كفانا المؤنة، وأوسع لنا الرزق
“ Alhamdulillah yang telah mencukupi kami biaya dan meluaskan kami rezeki “.
Dalam Mushannaf itu juga disebutkan dari Abu Usamah dari Hisyam, ia berkata : “ Ayahku tidak dihidangkan makanan atau minuman walaupun minum atau makan ubat, lalu beliau meminum atau memakannya sehingga beliau mengucapkan doa berikut :
الحمد لله الذي هدانا وأطعمنا وسقانا ونعمنا والله أكبر، اللهم ألفتنا نعمتك بكل شر فأصبحنا وأمسينا منها بكل خير، نسألك تمامها وشكرها، لا خير إلا خيرك، ولا إله غيرك، إله الصالحين، ورب العالمين، الحمد لله رب العالمين، لا إله إلا الله، ما شاء الله ولا قوة إلا بالله، اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وقنا عذاب النار
Nah adakah mereka para ulama salaf tersebut yang menciptakan susunan doa sendiri setelah makan itu telah berbuat bid’ah dholalah yang menyebabkan dia sesat dan masuk neraka ??
Bagaimana dengan imam Ahmad bin Hanbal yang berdoa ketika sujud dalam solat dengan doa yang bukan ma-stur dari Nabi selama 40 tahun ??
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Fathul Barinya mengatakan :
واستُدِلَّ به على جواز الدعاء في الصلاة بما اختار المصلي من أمر الدنيا والآخرة
“ Dan dijadikan dalil dengan hadits itu, bahwasanya boleh berdoa di dalam sholat dengan doa yang disukai / dipilih oleh orang yang solat dari urusan dunia dan akherat “. (Fathul Bari : 2/321)
Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr mengatakan :
وأما قول مالك: لا بأس بالدعاء في الصلاة المكتوبة، فهو أمر مُجمَع عليه إذا لم يكن الدعاء يُشبِه كلامَ الناس، وأهل الحجاز يُجيزون الدعاء فيها بكل ما ليس بمأثم من أمور الدين والدنيا
“ Adapun ucapan imam Malik : “ Tidak mengapa dengan berdoa di dalam sholat wajib “, maka itu adalah perkara yang sudah ijma’ jika doanya tidak menyerupai ucapan manusia. Ulama Hijaz membolehkan doa dalam sholat dengan doa yang tidak mengarah pada dosa dari urusan agama dan dunia “ (al-Istidzkar : 2/437)
Wallahua'lam