Halaman

Isnin, 1 Julai 2019

Status Kisah Merpati, Labah-Labah dan Waktu Hijrah Rasulullah SAW

Status Kisah Merpati, Labah-Labah dan Waktu Hijrah Rasulullah SAW


Share Button
Kisah hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Mekah menuju Madinah bersama shahabat Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dan masuk ke dalam gua Tsur untuk menyelamatkan diri dari dikejar kaum kafir Quraisy, Sebagaimana yang popular di tengah masyarakat, adalah terdapat kisah bahawa Allah mengelabui kaum kafir dengan cara mengutus labah-labah membuat jaring rumahnya dan dua merpati bertelur di mulut gua, sehingga kaum kafir tersebut tidak melihat baginda dan Saidina Abu Bakar yang sedang  berlindung dalam gua.
1476762_10201216862329647_2027166840_n
Tetapi kisah inipun tidak luput dari kritikan kaum Wahabi. Salah seorang Wahabi yang menukil ucapan al-Albani berkata:
“Ketahuilah bahwa hadits tentang laba-laba dan dua burung merpati tidak shahih meskipun sangat banyak disebut dalam berbagai kitab dan ceramah seputar hijrahnya Rasulullah ke Madinah”
Tidak shahih versi al-Albani adalah sama sekali tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam hal apapun meskipun itu hanya dhaif. Padahal hadits dhaif boleh dibuat hujjah dalam fadhilah amal atau kisah sebagaimana kesepakatan majoriti ulama. Dan faktanya, ulama-ulama besar yang hafizh seperti al-Hafizh Ibnu Katsir, Imam Ibnu Hisyam dan lain-lain juga memasukkan hadits dhaif dalam kitab-kitab kisah mereka.
Dalam menjawab tuduhan tersebut, dapat disampaikan, bahawa terdapat dua hadits yang berbeda, yaitu hadits tentang labah-labah di mulut gua yang statusnya adalah hasan. Dan hadits tentang labah-labah dan dua merpati di mulut gua yang statusnya adalah dhaif atau sangat dhaif menurut sebahagian ulama.

Dalam kitab Sirah al-Qaul al-Mubin fi Sirah Sayyidil Mursalin karya Muhammad Thayyib an-Najjar, dalam ta’liq-nya, saat menyebutkan hadits hasan riwayat Ahmad bin Hanbal tentang laba-laba di mulut goa, disebutkan:

المسند” 2/ 279، وقد حسن الحافظ ابن كثير سند الحديث في “البداية” 3/ 181 وكذلك وقع ذكر العنكبوت والحمامتين، في حديث عن أنس بن مالك، وزيد بن أرقم، والمغيرة بن شعبة، عند البيهقي في “الدلائل” 2/ 482، وابن سعد 1/ 229 وأبي نعيم رقم 229، وابن عساكر كما عند ابن كثير في “السيرة” 3/ 181، وقال: هذا حديث غريب جدًّا من هذا الوجه، قلت: وهو ضعيف وقد جاء ذكر نسج العنكبوت من مرسل الحسن، كما في “البداية” 3/ 181 وحسنه الحافظ في الشواهد.
“(Hadith tentang labah-labah di mulut gua ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah) diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Musnad (II/279) dan sanadnya dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah (III/181), begitu juga masalah labah-labah dan dua burung merpati dalam hadits riwayat dari Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, dan Mughirah bin Syu’bah sebagaimana dalam Dalail an-Nubuwwah karya al-Baihaqi (II/482), Ibnu Sa’ad (I/229), Abu Nu’aim (hadits no: 229), dan  Ibnu Asakir, sebagaimana dalam Sirah Ibni Katsir, dan disebut sebagai hadits gharib”. Kemudian dikatakan oleh Muhammad Thayyib Najjar: “Hadits ini dhaif, dan hadits yang menyebut tentang labah-labah dan merpati adalah mursal dari Hasan, sebagaimana dalam al-Bidayah (III/181) dan kemudian dihasankan oleh al-Hafizh dalam syawahid”
Dan penjelasan runut berikut adalah jawaban jelasnya.

Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar hijrah pada siang hari atau malam hari? Demikianlah terkadang pertanyaan muncul ketika membaca kitab-kitab hadits. Maka jawabnya adalah sebagaimana riwayat yang dibawakan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (VII/278) yang menukil dari Musnad Ahmad dari Abdullah bin Abbas:
تَشَاوَرَتْ قُرَيْشٌ لَيْلَةً بِمَكَّةَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِذَا أَصْبَحَ فَأَثْبِتُوهُ بِالْوَثَاقِ يُرِيدُونَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ اقْتُلُوهُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ أَخْرِجُوهُ فَأَطْلَعَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ فَبَاتَ عَلِيٌّ عَلَى فِرَاشِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى لَحِقَ بِالْغَارِ وَبَاتَ الْمُشْرِكُونَ يَحْرُسُونَ عَلِيًّا يَحْسَبُونَهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kaum Quraisy bermusyawarah pada satu malam di Makkah. Dari mereka ada yang mengusulkan, jika pagi tiba: “Maka tangkap dia dengan tali!”. Maksudnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam. Sebagian dari mereka usul: “Bunuh saja Muhammad!”. Ada lagi yang usul: “Usir saja Muhammad!”. Maka kemudian Allah Azza wa Jallamemperlihatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam rencana tersebut, maka Ali bin Abi Thalib bermalam (tidur) di tempat tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar sampai (dan Abu Bakar) di gua sementara orang-orang musyrik bermalam menjaga Ali, mereka menyangka itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Ahmad bin Hanbal)
Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa keberangkatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah adalah dimalam hari.
Kemudian dalam lanjutan hadits diatas:

فَلَمَّا أَصْبَحُوا ثَارُوا إِلَيْهِ فَلَمَّا رَأَوْا عَلِيًّا رَدَّ اللَّهُ مَكْرَهُمْ فَقَالُوا أَيْنَ صَاحِبُكَ هَذَا قَالَ لَا أَدْرِي فَاقْتَصُّوا أَثَرَهُ فَلَمَّا بَلَغُوا الْجَبَلَ خُلِّطَ عَلَيْهِمْ فَصَعِدُوا فِي الْجَبَلِ فَمَرُّوا بِالْغَارِ فَرَأَوْا عَلَى بَابِهِ نَسْجَ الْعَنْكَبُوتِ
“Maka tatkala pagi hari,orang-orang musyrik menyergap Ali. Ketika mereka tahu bahwa itu adalah Ali, Allah mengembalikan makar mereka. Mereka berkata: “Manakah temanmu ini?”. Ali menjawab: “Aku tidak tahu”. Kemudian mereka mencari bekas-bekas pergi Rasulullah, dan ketika sampai di di gunung mereka dibuat bingung kemudian naik ke gunung dan melewati gua, dan melihat di pintu gua ada sarang labah-labah”. (HR. Ahmad bin Hanbal)
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (VII/278) menilai hadits ini sanadnya hasan.

وَذَكَرَ أَحْمَدُ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
“Ahmad menyebutkan dari hadits Ibnu Abbas dengan sanad hasan”.

Adapun dalam riwayat lain yang kemudian difahami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi hijrah disiang hari dari rumah Abu Bakar:

قَالَتْ عَائِشَةُ فَبَيْنَمَا نَحْنُ يَوْمًا جُلُوسٌ فِي بَيْتِ أَبِي بَكْرٍ فِي نَحْرِ الظَّهِيرَةِ قَالَ قَائِلٌ لِأَبِي بَكْرٍ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَقَنِّعًا فِي سَاعَةٍ لَمْ يَكُنْ يَأْتِينَا فِيهَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ فِدَاءٌ لَهُ أَبِي وَأُمِّي وَاللَّهِ مَا جَاءَ بِهِ فِي هَذِهِ السَّاعَةِ إِلَّا أَمْرٌ قَالَتْ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَ فَأُذِنَ لَهُ فَدَخَلَ
“Aisyah berkata: “Ketika kami pada suatu hari duduk-duduk di rumah Abu Bakar di waktu pagi hari mendekati siang, seseorang berkata kepada Abu Bakar: “Ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” dalam keadaan bertutup yang datang ke kami di waktu yang tidak biasa”. Kemudian Abu Bakar berkata: “Tebusan baginya bapakku dan ibuku. Demi Allah, beliau tidak datang di waktu ini kecuali ada perkara penting”. Aisyah berkata: “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang meminta izin dan kemudian Rasulullah di beri izin dan lalu beliau masuk” (HR. Bukhari).

Hadits ini dan kelanjutannya yang berkisah tentang kedatangan Rasulullah kepada Abu Bakar pada pagi mendekati siang bahwa Rasulullah sudah diberi izin untuk hijrah, setelah Rasulullah keluar pada malam hari dari rumah beliau yang dikepung. Hal itu karena sebelumnya Abu Bakar meminta izin untuk hijrah terlebih dahulu tetapi Rasulullah melarangnya karena beliau berkehendak supaya Abu Bakar menemani hijrah. Demikian dapat difahami dari hadits yang disampaikan oleh as-Samhudi dalam Khulashah al-Wafa’ (I/593) berikut:

قَالَ لِعَلِيّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ نَمْ عَلَى فِرَاشِي وَتَسَجّ بِبُرْدِي هَذَا الْأَخْضَرِ ، فَنَمْ فِيهِ فَلَنْ يَخْلُصَ إلَيْك مِنْهُمْ أَمْرٌ وَأَتَى اَبَا بَكْرٍ فَاَعْلَمَهُ وَقَالَ : قَدْ أُذِنَ لِي
“Rasulullah berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Tidurlah di atas alas tidurku dan tutupilah dengan selimutku ini yang berwarna hijau. Tidurlah didalamnya maka tidak akan sampai sesuatu dari mereka kepadamu”. Rasulullah lalu datang kepada Abu Bakar dan mengkhabarkan: “Aku telah diberi izin”.
Apa yang dilakukan oleh Imam as-Samhudi dan lain-lain merupakan penghimpunan dua hadits yang sama-sama diboleh dibuaT hujjah, yaitu hadits dalam shahih Bukhari dan hadits dalam Musnad Ahmad.
Dengan demikian dakwaan sebahagian Wahabi bahwa Rasulullah hijrah di siang hari dari rumah beliau dan riwayat tentang Ali yang tidur menggantikan Rasulullah adalah lemah telah tertolak.

Adapun hadits yang mengkisahkan labah-labah dan merpati dimulut gua Tsur yaitu:

قَالَ: أَدْرَكْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ. وَزَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ. وَالْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ، فَسَمِعْتُهُمْ يَتَحَدَّثُونَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَمَرَ اللَّهُ شَجَرَةً لَيْلَةَ الْغَارِ فَنَبَتَتْ فِي وَجْهِي، وَأَمَرَ اللَّهُ الْعَنْكَبُوتَ فَنَسَجَتْ فَسَتَرَنِي، وَأَمَرَ اللَّهُ حَمَامَتَيْنِ وَحْشِيَّتَيْنِ فَوَقَفَتَا بِفَمِ الْغَارِ
“Abu Mush’ab al-Makki berkata: “Aku bertemu Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, dan Mughirah bin Tsu’bah, aku mendengar dari mereka yang bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Allah memerintahkan pohon di malam saat berada di gua, maka pohon tersebut tumbuh dihadapanku. Dan Allah juga memerintahkan labah-labah dan kemudian ia menyulan dan menutupiku. Dan Allah juga memerintahkan dua merpati yang gesit dan berhenti di mulut gua”. (HR. Baihaqi dalam Dalalil an-Nubuwwah, Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Bazzar dalam Musnad)
Dalam hadits diatas terdapat perawi yang bernama Awin bin Amr al-Qaisi yang dinilai sangat lemah oleh beberapa huffazh. Tetapi al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid (VI/65) berkata:
رَوَاهُ البَزَّارُ وَالطَّبَرَانِي وَفِيْهِ جَمَاعَةٌ لَمْ أَعْرِفْهُمْ
“Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath-Thabarani dan didalam sanadnya terdapat segolongan perawi yang tidak aku kenal (majhul)”.

Al-Hafizh al-Haitsami juga berkata dalam hadits lain:

رَوَاهُ الطَّبَرَانِي فِي الكَبِيْرِ وَمُصْعَبٌ المكِّي وَالذِي رَوَى عَنْهُ وَهُوَ عَوِيْنٌ بن عَمْرو القَيْسِي لَمْ أَجِدْ مَنْ تَرْجَمَهُمَا وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ
“Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Kabir, dan Mush’ab al-Makki dan yang meriwayatkan darinya, yaitu Awin bin Amr al-Qaisi aku tidak menemukan biografinya (majhul). Dan perawi selebihnya adalah tsiqah.

Dengan demikian, al-Hafizh al-Haitsami menilai Awin bin Amr al-Qaisi dan Mush’ab al-Makki sebagai perawi yang majhul yang berarti haditsnya masih dhaif biasa. Meski tak dipungkiri al-Uqaili menyebut Awin bin Amr al-Qaisi adalah sangat lemah sekali, hingga sebaghagian ulama menyebut hadits merpati di mulut gua sangat lemah dan tak bisa dibuat dalil dalam kisah sekalipun.
Al-Hafizh Ibnu Katsir meriwayatkan hadits diatas dalam as-Sirah an-Nabawiyyah (II/241) dan dalam al-Bidayah wa an-Nihayah (III/222) berkata:
وَفِيْهِ أَنَّ جَمِيْعَ حَمَّامِ مَكَّةَ مِنْ نَسْلِ تِيْكَ الحَمَّامَتَيْنِ
“Dan dalam hadits ini, semua merpati di Mekkah adalah keturunan dari dua merpati tersebut”
Ini merupakan penegasan bahwa al-Hafizh Ibnu Katsir menerima riwayat dua merpati dalam gua tersebut. Apalagi cerita ini sudah seperti mutawatir diriwayatkan oleh banyak ulama.

Wallahu A’lam.

Ustaz Nur Hidayat

Tiada ulasan:

Catat Ulasan