Halaman

Rabu, 10 Julai 2013

Benarkah Doa Berbuka Puasa Yang Selalu Kita Baca Adalah Dhoief ?



Kami mendapat maklumat di dalam facebook ada yang beranggapan bahawa Doa Berbuka Puasa yang dibaca oleh umat Islam pada setiap hari di Bulan Ramadhan datangnya dari hadith dhoief sebagaimana dakwaan di bawah :

TELA’AH RIWAYAT HADITS “DO’A IFTHAR”

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ و بك أمنت وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ برحمتك يا أرحم الراحمين

TIDAK ADA HADITSNYA !
Dalam Kitab "Mirqatul Mafatih" dinyatakan:

وأما ما اشتهر على الألسنة اللهم لك صمت [ وبك آمنت ] وعلى رزقك أفطرت فزيادة وبك آمنت لا أصل لها ، وإن كان معناها صحيحاً ، وكذا زيادة وعليك توكلت ولصوم غد نويت بل النية باللسان من البدعة الحسنة .
مرقاة المفاتيح ج 4 ص 426

"...Adapun do'a yang populer dengan tambahan WA BIKA AMANTU... tidak ada asalnya walaupun maknanya baik. (IV:426)

DO'A BUKA PUASA YG DLO'IF
Ditulis oleh : Al Ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat

Di bawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do’a di waktu berbuka puasa, kemudian akan saya terangkan satu persatu derajadnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.


HADITS PERTAMA

Artinya :

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).

(Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir).

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif
Pertama :
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.
Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo’if
Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits
Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits
Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
Kata Imam Sa’dy : Dajjal, pendusta.

Kedua :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll.

Periksalah kitab-kitab berikut :
Mizanul I’tidal 2/666
Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
Zaadul Ma’ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

HADITS KEDUA

Artinya :

“Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).

(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu’jam Shogir hal 189 dan Mu’jam Auwshath).

Sanad hadits ini Lemah/Dlo’if

Pertama :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah.
Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu’afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
Kata Imam Ibnu ‘Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I’tidal 1/239).

Kedua :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7)
Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini ?


HADITS KETIGA

Artinya :
“Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa ‘Alaa Rizqika Aftartu.”

(Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)

Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama :
“MURSAL, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).

Kedua :
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.


HADITS KEEMPAT

Artinya :

“Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan :

ذَهَبَ الظَمَأُ، وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوقُ، وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.

DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).

(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa’i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquthni.!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.


KESIMPULAN

Maka dari penjelasan al ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat di atas, maka doa berbuka puasa yang benar adalah DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa Allah).

Doa berbuka puasa yang diambil dari hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.

Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).

***
Ditulis ulang dari milis As Sunnah online tanggal 03 Maret 2000


NAMUN SETELAH DIBUAT PENYELIDIKAN TIDAK SEMUA TAKHRIJ HADITH DI ATAS ADALAH TEPAT BAHKAN ADA HADITH YANG BERTARAF HASAN. 

Sumber :  http://hasbullahmafath.blogspot.com/2009/08/telaah-riwayat-hadits-doa-ifthar.html


PENJELASAN :


Awalnya dari kajian Hadits Dlo’if karya Abdul Hakim Abdat pada hadits ke-3 yang menyimpulkan bahwa Do’a ke-3 itu dla’if dan tidak bisa diamalkan. Saya cari menggunakan Software hadits “Al-Jame’ Al-Kabir” dan “Maktabah Syamilah” ditemukan riwayat Ibnu Abi Syaibah ini :
مصنف ابن أبي شيبة ج: 2 ص: 344
109 ما قالوا في الصائم إذا أفطر ما يقول 9744 حدثنا محمد بن فضيل عن حصين عن أبي هريرة قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صام أفطر قال اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت قال وكان الربيع بن خثيم يقول الحمد الله الذي أعانني فصمت ورزقني فأفطرت

Ibnu Abi Syaibah
dari
Muhammad Bin Fudlail
dari
Hushain Bin Abdurrahman
dari
Abi Hurairah. RA

Lalu saya telusuri setiap rawi mulai dari Ibnu Abi Syaibah dst sampai Abu Hurairah. Namun ketika sampai pada rawi Hushain Bin Abdurrahman ternyata tidak ada gurunya yang bernama Abu Hurairah atau Abdurrahman Bin Shakhr (nama Asli Abu Hurairah). Memang Abu Hurairah pernah menyampaikan hadits kepada yang namanya Hushain, tetapi Hushain Bin Al-Lajlaj bukan Hushain Bin Abdurrahman rawi hadits ini.

Setelah sekian lama mencari korelasi antar rawi hadits ini, ternyata bukan dari Abu Hurairah tetapi dari Abu Zuhrah, sebagaimana dimuat dalam Kitab Do’a Muhammad Bin Fudlail ini,

الدعاء لابن فضيل ، اسم المؤلف: أبو عبد الرحمن محمد بن فضيل بن غزوان الضبي الوفاة: 195هـ ، دار النشر : مكتبة الرشد – الرياض – 1419هـ - 1999م ، الطبعة : الأولى ، تحقيق : د عبد العزيز بن سليمان بن إبراهيم البعيمي
66 حدثنا ابن فضيل حدثنا حصين عن أبي زهرة قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر يقول ( اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت )

الدعاء لابن فضيل ج 1 ص 237

Alhamdulillah, Allah melindungi kita dari kesalahan ini…

Maka hadits ke-3 riwayat Ibnu Abi Syaibah memiliki silsilah sanad rawi yang sama dengan riwayat Abu Dawud pada rawi Hushain dan Abu Zuhrah/Mu'adz Bin Zuhroh.

Adapun status Muhammad Bin Fudlail dari Hushain dari Abu Zuhrah
- Muhammad Bin Fudlail bin ghazwan bin Jarir : Tsiqat, memang menurut Ahmad Bin Hanbal "ia dituduh syi'i namun Haditsnya hasan." ia juga rawi Al-Bukhari
- Hushain Bin Abdirrahman, tsiqat.

Selanjutnya, saya fokuskan kepada rowi yang dijadikan alasan hadits ini dianggap dlo'if;

Pertama :
“MURSAL, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).

Kedua :
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.

RIWAYAT IBNU ABI SYAIBAH (HADITS KETIGA), DLO'IFKAH ?

Sebenarnya alasan dlo'if yang kedua sudah terjawab oleh Ibnu Hajar Al-'Asqalany dalam Syarah Abu Dawud sbb:

…Mu’adz Bin Zuhrah dan ada yang menyebut Abu Zuhrah Adh-Dhibby At-Tabi’i. Dalam At-Taqrib disebutkan. Seperti asalnya adalah Maqbul, hadits darinya mursal sehingga membingungkan siapa shahabat yang menyampaikannya secara mursal dengan ungkapan “telah menyampaikan kepada kami, sesungguhnya Rasulullah SAW…”

Ibnu Hajar berpendapat: (Abu Dawud) mengeluarkan hadits ini dalam sunan dan “al-Marasil” dengan satu lafadz. Al-Bukhari menyebutkan nama Mu’adz sebagai tabi’in tetapi ia berkata Mu’adz Abu (Zuhrah). Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam ‘rawi tsiqat” sedangkan Al-Syairazy mencantumkannya dalam “shahabat” tapi disalahkan oleh Al-Mustagfiry. Mungkin saja hadits ini “Maushul” walaupun Mu’adz seorang tabi’in karena ada kemungkinan ia menyampaikan dari shahabat, karenanya Abu Dawud memuatnya dalam Sunan nya dan juga dalam “Al-Marasil” (Faidhul qadir V:106)

Sedangkan bantahan yang kedua dimuat oleh al-'Asqalany dalam Tuhfatul Asyraf تحفة الأشراف ج 13 ص 313 antara lain menyebutkan bahwa kalimat BALAGHOHU memungkinkan hadits ini MAUSHUL bersambung sanadnya.

Diantara yang memandang HADITH INI HASAN dan tidak mendlo'ifkannya serta tentunya MA'MUL BIH (bisa diamalkan) termuat dalam :

1. Asnal Mathalib

وينبغي له أَنْ يَقُولَ بَعْدَ وفي نُسْخَةٍ عِنْدَ الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ أبو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ وَرُوِيَ أَيْضًا أَنَّهُ صلى اللَّهُ عليه وسلم كان يقول حِينَئِذٍ اللَّهُمَّ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
أسنى المطالب في شرح روض الطالب ج 1 ص 422

2. Raudhatul Muhadditsin

Abdul Qadir Al-Arnauth menyatakan : "Namun hadits ini memiliki syawahid yang menguatkannya."

روضة المحدثين - (ج 10 / ص 304)
4729 - عن معاذ بن زهرة أنه بلغه أن النبى صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قال : " اللهم لك صمت و على رزقك أفطرت " .
** د
( الأذكار 162/1 )
** مرسل
** تعقيب : قال عبد القادر الأرناؤوط 1 / 162 : و لكن له شواهد يقوى بها .

Rujuk : http://islamport.com/w/krj/Web/88/4729.htm

3. Badrul Munir. "Hadits ini diriwayatkan pula secara muttasil."

وقد روي هذا الحديث متصلاً أيضاً ، رواه الدارقطني في
( ( سننه ) ) ( 6 ) من حديث ابن عباس مرفوعاً وقال : ' صمنا وأفطرنا '
البدر المنير ج 5 ص 361

4. Tuhfatul Muhtaj : "Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan ia tidak mendlo'ifkannya.

رواه أبو داود ولم يضعفه وهو مرسل

تحفة المحتاج ج 2 ص 96

5. Zadul Ma'ad ; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mencantumkan do'a ini
زاد المعاد ج 2 ص 237

Catatan : Mursal tabi'in (Abu Zuhroh) termasuk mursal yg dimungkinkan dari rawi tsiqat sehingga Abu Dawud memuatnya dalam "Al-Marasil" juga riwayat "Balaghat" ada kemungkinan Maushul seperti riwayat Imam Malik. (Mausu'ah 'Ulum Hadits Syarif, Wizaratul Awqaf,Mesir : 186)

Wallohu A'lam Bish Showwab

Kiriman Subhan Nurdin

Oleh itu, tidak timbul masalah bahawa doa yang kita baca tidak menepati sunnah, atau bid'ah. Kerana ada sandarannya dari hadith Rasulullah sallaLlahu 'alaihi wasallam.

2 ulasan:

  1. Hadis Dhoief boleh diamalkan. Yg tak boleh diamalkan ialah hadis palsu. Sedangkan perkara bid'ah ada yg diamalkan iaitu bid'ah hasanah (contoh: sambutan maulidur rasul).

    BalasPadam
  2. Alhamdulillah di atas penerangan ini. Terima kasih. Susah jadinya kalau suka untuk tu'raf dan tak nak merujuk orang orang alim disebabkan dianggap tiada org alim melebihinya. Astaghfirullah.

    BalasPadam